Sunday 9 November 2014

Kadang ketidaktahuan itu menenangkan, sampai pada akhirnya waktu menginformasikan.
Tidak perlu takut jika ada yang ingin meninggalkanmu, karena yang akhirnya tertinggal untukmu adalah peninggalan Tuhan yang paling baik. 
Tidak perlu juga terlalu khawatir tentang dia yang tidak memperhatikanmu.
Sesungguhnya selain kepada keluargamu, Tuhan telah menitipkan perhatianNya pada sosok yang akan menjadi pemerhatimu sampai akhir.
Orang lain tetap orang lain, seberapapun kamu menganggapnya dekat, jiwanya tetap tak sama dengan jiwamu. Lain lagi soal belahan jiwa, mungkin ia ada, tapi entah di belahan dunia mana dan pada belahan masa yang bagaimana ia akan datang. Pacar kamu, suami atau istri, teman-teman, adik-kakak, bahkan ayah ibumu, sesungguhnya kamu tidak pernah mengenal mereka sebegitu dalamnya. Masa mengaburkan ketidakpahaman akan diri. Diolah oleh waktu bersama yang sering dihabiskan, lantas kita merasa 'sama'. Sesungguhnya, dari dalam diri kita pun banyak yang belum dikenali. Siapa kita, untuk apa kita hidup, cara hidup seperti apa yang kita mauHidup ini pada akhirnya tentang bagaimana memberi jiwa pada jiwa, setidaknya jiwa kita sendiri.
Melupakan mungkin jadi satu-satunya cara untuk melindungi diri atas tak datangnya harapan.
Kenangan mungkin sifatnya seperti benda purbakala, sedalam dan selama apapun tertimbun pasti akan tertemukan kembali pada suatu kala.

Sunday 26 October 2014

Dini hari, selalu membantumu untuk lebih mengenal diri.
Hidup bisa jadi tak terdefinisi kala kita terlalu berusaha mendefinisikannya. Hidup akan mendefinisikan dirinya terhadapmu, dengan caranya.
Minggu dini hari yang syahdu ini baiknya tak diganggu oleh ketidakpastian akibat saling tunggu dalam mengucap dan mengungkap rindu.
Dalam sebuah hubungan, diyakini keduanya berusaha. Namun, dengan cara-cara yang mungkin belum pasangannya pahami. Pahamilah.

Wednesday 22 October 2014

Baik pertemuan maupun perpisahan, keduanya hanya soal cara dan waktu.Bedanya yang dibawa pertemuan adalah harapan, sedang perpisahan: kenangan.
Tak perlu terlalu, karena tak segalanya -- dan segalanya tak -- akan selalu.
Tak perlu terlalu sering mengucap maaf, nyatanya maaf seringkali tak mampu menghapus akibat dari khilaf.
Menyakiti hati seringkali terjadi. Tapi, jangan sampai seseorang tersakiti karena harga dirinya kau rendahkan. Caramu merendahkan, cerminan rendahnya nilai dirimu. Jangan salahkan jika sekali waktu banyak orang berlalu dari hidupmu.
Jika memang tak lagi, selalu ada pilihan untuk pergi. Jika memang masih, selalu ada pilihan untuk tinggal.
Segala sesuatu yang mengenangkan bisa jadi menyenangkan.
Laki-laki dan perempuan, pada kasus tertentu, tak ubahnya sepasang rel. Beriringan dalam waktu yang panjang, sejajar, tapi tak akan menyatu.
Dua-duanya berusaha, namun tak jua saling menemukan. Mungkin cara mereka tersesat dalam labirin tanpa titik temu.

Friday 26 September 2014

Bukan Hanya di Hati

Kamu, yang Tuhan hadirkan -- atau mungkin sekadar Ia sisipkan -- dalam cerita hidupku
Bukan hanya mengisi hati dan membuatnya sehangat itu setiap senja
Tiap terbenamnya matahari, menambah dalam rasa 
yang kau tanam pada hati yang pernah lebam
Kamu juga, memeriahkan pagiku dengan hadir di pikiran

Oia, pikiranku selalu mewartakan tentang kamu,
jauh lebih awal daripada jatuhnya surat kabar di depan pintu
Selalu Setiap pagi.

Kamu, akhirnya lebih sekadar di hati
Kamu jadi inspirasi untuk setiap jatuhnya tinta yang berupaya merangkai puisi

Aku Baru Tahu Kamu Semenenangkan Itu

Lantas bagaimana jika tenang yang kudapat, hanya jika aku dalam pelukmu? 
Lantas bagaimana jika muara yang ingin dituju air mataku hanya kutemukan ketika kubenamkan wajah di dadamu? 
Lantas bagaimana jika pikiranku hanya bisa tenang ketika kusandarkan ia pada bahumu

Aku baru tahu kamu semenenangkan itu.
Jangan pernah pergi, ya.

Monday 22 September 2014

Aku Ingin jadi Satu-satunya Definisi Cinta yang Kau Pahami

Pada pagi yang juga belum retas 

Dan pula aku,tak bisa mencintaimu dengan biasa
mencintaimu dengan setengah, tidak dengan seluruh
Aku tidak pernah bisa mencintai tanpa jadi gila, 
tanpa menjadikanmu duniaku

Aku ingin kamu paham soal cinta yang tidak main-main 
dan aku ingin jadi satu-satunya definisi cinta yang kau pahami
Seumur hidupmu

Berhenti Menulis Tangan

Pada ambang malam hari

Belakangan ini, aku mencoba mengurangi menulis dengan tangan

Menulis tangan buatku, bukan sekadar menggelar angan pada kertas
tapi juga mengajak perasaan untuk turut bekerja keras

Perasaanku telah banyak dikorbankan, 

ketika dulu aku masih sering menulis dengan tangan
Kesedihan, muak, dan kecewa terus coba disuratkan pena pada genggam jemari
Sementara benang luka pada hati dibuka kembali -- tercerabut helai demi helai

Menulis tangan buatku, berarti menghimpun kembali memori

yang untuk beberapa waktu bersembunyi pada sela-sela saraf

Menulis tangan buatku, berarti mengundang  organ tubuh, rasa yang telah luruh, 

juga percaya yang telah runtuh untuk rela dipersatukan guna mencipta cerita utuh
Meski kesatuannya hanya sekadar pura dalam waktu yang sekian paruh

Belakangan ini, aku mencoba mengurangi menulis dengan tangan

dan membiarkan inspirasi menulis diri pada laman bebas di udara
yang entah siapa sudi jadi pembaca

Setidaknya aku tidak perlu tersiksa sebegitunya

Konektivitas jemari, hati, dan memori yang terlampau kuat
melemahkan jiwa begitu payah



Thursday 18 September 2014

Bertutur Pop Kultur



Langit imaji hari ini kian cerah
Kata zaman, ia telah menemukan wadah
untuk hujan ide yang kian ruah

Hujan ide seringkali datang membawa pesan 
dari geliat manusia pada zaman hari ini
Melarutkannya dalam kreasi 
Menentang persepsi hakiki

Sebagian penyair, menampungnya dalam puisi semau-mau
Sementara ahli gores, menampungnya dalam gambar semau-mau
Begitu pula tukang musik, mencipta lagu semau-mau
Juga tukang foto, semakin giat memamerkan foto semau-mau

Semua yang serba semau-mau itu
akibat manusia hari kini yang makin semau-mau
akibat zaman yang jauh maju dan tak kenal malu

Seringkali dibilang melantur 
tak membuat ide lantas luntur
Penyair, ahli gores, tukang musik, juga tukang foto terus mencoba bertutur
Berusaha merekam kultur dengan cara yang barangkali beda kontur

Langit imaji hari ini kian cerah
karena dunia tak lagi sesempit dulu
karena ide kian mudah diunggah
karena karya kian mudah diaku


Written for Persma Genera's Magazine #3. October 2014.

Saturday 6 September 2014

Srenggani

Aku berjanji akan datang ke rumahmu pada dini hari
dengan membawa bibit bunga matahari
Yang katamu akan kau tanam pagi itu juga
sembari menemani Srenggani berlari-lari pada halaman rumah 
-- yang dahulu tempat ku dan mu 
menyemai benih biji bunga matahari

Semoga, ketika Srenggani usai berlari-lari
mekarnya bunga matahari telah dapat ia nikmati
Meski tak pernah tahu siapa penyemainya

Ketika nanti matahari telah tinggi
beri tahu Srenggani bahwa ada hati yang ia hidupi
dengan senyumnya yang mekar bersama bunga matahari


Saturday 30 August 2014

Ketika senyummu lebih rekah dan matamu lebih binar bukan ketika bersamakuLantas, apa guna aku bagimu?

Sunday 27 July 2014

Akal Kontur

Di antara dengkur dan pekur
serta igau lantur bapak dan ibuk

Hembus nafas bapak dan ibuk baur
di ruang petak yang memerangkap udara


Reyot dipan bambu menimbulkan decit
yang sama memilukannya
dengan ronta hati ibuk yang terlalu sakit


Tadi sore, dalam perjalanan pulang berjualan
Ibuk bertemu Pak Man, kawan lama bapak
Pak Man, kata ibuk,
memberi segenggam bunga bungur gugur
Seraya berkata
segala harap bapak dan ibuk padaku akan luntur

Akibat aku terjerembap
pada akal yang tak rata kontur



Cilegon, 27 Juli 2014

Sunday 20 July 2014

Angin yang Enggan Lagi Menari

Terlalu sering aku menitipkan cerita
Pada siang hari yang diombang-ambing
angin  yang berjalan gontai

Teruntuk: Hutan Negeriku

Waktu-waktu belakangan
Angin tampak tak selera
menyapu debu-debu pinggir jalan
menyesah daun kering dari ranting
menghempas trembesi yang kian lebar

Kabar beredar,
Angin tengah didera lara
Sebab lebih dari sewindu --mungkin dekade mungkin abad
tak ia dengar kabar baik tentang Ibunda

Api tak henti meneror Ibunya
Sedihnya, ia dituduh bersekongkol
Mematikan Ibunya sendiri

“Aku tak mungkin dan tak ada daya memusnahkan Ibu”, tutur angin
“Bejat-bejat haus minyak itu melempar sulut ketika aku sedang menari-nari”
“Kini, aku enggan lagi menari, sungguh.”

Pantas saja, ceritaku tentang baik negeri tak pernah sampai pada dunia.




Monday 30 June 2014

Camar yang Tak Lagi Sabar

Akan ada saat burung camar
tak lagi berputar-putar pada langit di atas laut
Koloni ikan kegemarannya
tak lagi berenang pada batas permukaan, mungkin terjerat kalut


Burung camar mencoba menumpuk sabar
kala pagi kemarin ia masih mencoba mengamati samudera

Berputar-putar dengan mata
menelusup genangan air bumi


Satu dua kali berputar


Terbit hingga terik matahari
memendar asa burung camar

"Ah sudahlah", katanya.

Burung camar meninggalkan langit di atas laut itu
Meninggalkan ketidakpastian itu

Asanya ia biarkan digantung senja
Harapnya tenggelam bersama matahari
yang tak akan datang lagi esok pagi

Tuesday 3 June 2014

Sesungguhnya tidak ada hal lain yang dibutuhkan seorang perempuan daripada lelakinya dengan teramat sangat kecuali kepercayaan.
Soal paham dan tidak paham itu hanya soal pikiran yang belum tertanam keinginpahaman.
People change like the seasons. People change with or without any reasons.

Sunday 1 June 2014

Kata-kata dan Tanda Baca

Kepada kata-kata aku kembali dalam asa yang tak tertata, 
kepada tanda baca aku percayakan muara cerita.

Soal Maya Nyata

Karena nyatanya dunia maya masih menjadi tempat paling tepat 
untuk melemparkan harapan dan asa tentang ini itu yang sifatnya maya. 
Seisi dunia maya tak pernah peduli tentang semua nyata. 
Segala ke-maya-an mendapat tempat tertinggi dalam puja.
Pikir dan rasa adalah maya -- begitu pula waktu -- dan kenyataan adalah nyata.
Sedang, hidup berada pada garis batas maya dan nyata.

Friday 30 May 2014

Percobaan Bunuh Hati

Percobaan bunuh hati ini berawal dari terlalu banyaknya pemahaman tentang Tuhan -- yang banyak orang sebut dengan: agama.

Percobaan bunuh hati ini bermain-main di antara harapan tentang masa depan
dan kemungkinan untuk tenggelam dalam duka untuk saat yang tidak sebentar.

Sebagaimana paku ditancapkan oleh palu yang berirama
akan ada saat bagi tang untuk mencabut -- dipandu oleh dilema

Percobaan bunuh hati ini dilakukan dengan motif 'kesukaan', 'kenyamanan', dan 'kebahagiaan'
Tidak ada yang tidak sadar bahwa pisau pemotong hati tengah diasah
                                                     tambang penggantung harapan tengah disimpul
                                                     dan jurang tempat kelak mengubur asa tengah diperdalam

Semakin bertambah digit detik yang dihabiskan bersama
menjadi wajib mengkredit waktu untuk menguatkan jiwa
-- kalau-kalau tiba saat hati akhirnya herus mengucap rela
-- kalau-kalau tiba saat  nadi rasa memancarkan darah
-- kalau-kalau tiba saat harapan harus digantung
-- dan asa tentang bersama harus dikubur


"Semua agama tidak sama. Semua agama tidak mengatakan bahwa semua agama sama. Di jantung hati setiap agama terdapat suatu komitmen tanpa-kompromi terhadap suatu cara spesifik untuk mendefinisikan identitas Allah, dan sebagai hasilnya, mendefinisikan tujuan hidup.
Siapapun yang mengklaim bahwa semua agama adalah sama bukan hanya menunjukkan bahwa ia tidak mengenal semua agama, melainkan juga bahwa ia memiliki pandangan yang tidak utuh tentang agama-agama yang paling dikenal sekalipun. Setiap agama, pada intinya, bersifat ekslusif."
Ravi  Zacharias (Jesus among Other Gods)


Jatinangor, 30 Mei 2014

Saturday 24 May 2014

Makam Bosscha - Malabar, Pangalengan

Hari ini saya dan kedua teman -- yang sama-sama melakukan penelitian di Pangalengan -- secara dadakan mengunjungi makam Bosscha. Selama ini yang saya tahu Bosscha adalah planetarium di daerah Lembang, Jawa Barat. Baru belakangan ini saja saya ketahui bahwa Bosscha itu sebenarnya nama seorang tokoh dan ternyata dimakamkan di Pangalengan, tepatnya di kawasan perkebunan Malabar. Bermula dari celetukan saya "Ke makam Bosscha yuk!" dan salah seorang teman saya yang menanggapi "Yuk! Sekarang. Gimana?" Meskipun hari sudah cukup sore, yakni setengah 5 akhirnya kami mengarahkan tujuan kami ke makam Bosscha. Berikut adalah video singkat pelipiran kami sore ini:

Wednesday 21 May 2014

Selamat Pagi

Aku adalah mahluk bebas
Bermain-main bersama udara
dan menjadikan air tempatku berpulang

Kadang aku digugat matahari
karena seringkali menangkap sinarnya

Wednesday 7 May 2014

Berdoa pada Udara

Kulafalkan lamat-lamat penuh hikmat
Pada dini menjelang hari Jumat

Aku sudah tenggelam dalam lamatku
sejak tenggelam matahari pada petang -- yang kali itu berwarna biru

Aku berusaha terus terjaga
Beharap semesta memberiku asa
Namun, kata semesta doaku tak ia terima
Mungkin dihempas angin katanya

Oh, ternyata ku berdoa pada udara -- dan doaku melayang-layang entah di langit mana

Tuesday 22 April 2014

Iron rusts from disuse; water loses its purity from stagnation... even so does inaction sap the vigor of the mind. --Leonardo da Vinci

Thursday 3 April 2014

Burung Gereja

Burung gereja kini tak lagi menggereja.
Sekarang mereka telah membuat sarang
di sebuah gudang pengolahan kopi -- tepat di atas bagian sortasi.
Bertengger berbaris pada rangka besi
yang mempertahankan atap gudang tetap membentang.

Cicitcuit di sana sini.
Mereka beterbangan keluar masuk tanpa usaha
akibat sisi-sisi pada atap yang semi terbuka.

Burung-burung gereja itu tak pernah berduka
dan tetap bersuka cita, meski tak lagi ke gereja.

Konon, menurut kabar burung yang pasti, gereja mereka digusur,
dianggap 'entah apa' oleh para pemuka di luar sana.

Lantas kemudian, tanah yang dahulu -- setiap minggu --
mereka bernyanyi merdu di atasnya
telah dijadikan diskotek entah oleh pengusaha mana.


Pangalengan, 3 April 2014

Tuesday 1 April 2014

Cerita Tak Nyata

Kutanyakan kau pada aksara
Barangkali mereka pernah bersatu
bergotong royong untuk bercerita tentangmu

Jawab mereka: tidak
karena ternyata kau tak nyata.

Thursday 27 March 2014

Kupastikan kau pergi pada pagi hari
Agar kuyakin geligi anak kita menggiling nasi sore nanti.

Suatu Kali Sore Hari

Satu kali 'ku pergi berjalan-jalan pada sebuah sore hari
Sekadar mencari sesuatu yang siapa tahu bisa bikin segar hati
Siapa sangka kemudian 'ku tergelincir khilaf lalu belok ke lokalisasi
Buah dada bergantungan seperti daging sapi di Pasar Kemiri

Sore hariku berikutnya kian tak pasti

Matahari

Kesah yang terengah-engah pada tengah hari itu berkata pada Matahari.
"Kenapa kau bersinar terlalu terik, Matahari?
Tidakkah kau lelah?
Pula kami yang di bawah sini sudah jengah ditimpa musibah.
Tunjukkanlah belas kasihmu sesekali."

Jawab Matahari:
"Beginilah caraku berbelas kasih pada kalian.
Aku berusaha keras agar tetap panas hingga kalian berpeluh.
Agar kalian paham bahwa belas kasihku kalian butuhkan.
Agar hati kalian tak menjadi keras dalam keluh."


Inspirasi

Aku tak pernah mencari inspirasi
Inspirasi yang seringkali kujadikan puisi
Semata-mata jatuh dari langit-langit memori
Yang Sang Pemberi bangunkan dengan mengutus para peri

Inspirasi yang seringkali kujadikan puisi ini
Tak jarang bertanya diri: "Terhimpun dari apa aku ini?"

Wednesday 26 March 2014

Karena yang kuhembuskan kali ini bukanlah nafasMelainkan harapan yang kian terhempas

Sunday 23 March 2014

Keteraturan sebabkan ketidakteraturan. Tidak perlu teratur, pola akan ditemukan.

Friday 21 March 2014

Buah Dada Ibu

Ayah mencoba memasangkan bra ibu
'Sesak sekali, Bu?' 
Buah dada ibu hampir tumpah
Kata Ibu, itu kasih pada buah hatinya yang begitu ruah.


Jatinangor, 21 Maret 2014

Guru Hidup: Kita Bertamu, Kita Dijamu

Ayahku berharap anaknya jadi orang
Agar kelak tak dianggap sembarang

Ayahku ingin anaknya pandai mencari uang
Agar kelak cucunya bisa senang
Agar tak ada cerita disita barang
karena tak mampu bayar hutang

Ayahku sekolahkan anaknya pada guru di desa seberang
yang ternyata juga seorang penggemar jalang
Guru itu bilang, kau tak perlu pandai cari uang
Akan kuajarkan kau bagaimana caranya terbang

Ayahku sekolahkan anaknya pada Guru Hidup di desa sebelah
yang ternyata, hanyalah seorang penggarap sawah
Katanya, tak punya uang seharusnya tak buat kau resah
Akan kuajarkan kau bagaimana caranya mensyukuri sesah

Lanjut Guru itu:
Nak, hidupmu tak akan menang karena uang
Kau bisa saja makan belalang kalau tak punya uang

Satu-satunya yang kutahu tentang hidup
dan bisa kuajarkan kepadamu:
Percayalah bahwa kau tak akan pernah redup,
Dunia ini tahu kau sedang bertamu, ia akan selalu menjamu.


Jatinangor, 21 Maret 2014
2.12 WIB


Wednesday 19 March 2014

Semangka

Buah semangka yang tinggal sebelah ini
Belum juga tahu alasan ia dibelah
Kata pisau, belahannya pergi untuk dinikmati tamu undangan
Yang sekarang masih asyik berdendang dengan iringan
kendang
Buah semangka yang tinggal sebelah ini menangis sesenggukan
Jiwanya tak terima belahannya begitu kejam diperlakukan
Ia berdarah terus
Hatinya tergerus
Belahannya sudah terbagi enam belas
Ia tak juga bisa melepas
Alih-alih tak jua bisa ikhlas
Semangka yang tinggal sebelah itu
memohon pisau memberinya tebas


Jatinangor, 19 Maret 10:04

Semalam kulihat burung gagak berputar-putar pada pusara hati
Tampak ia menanti waktu untuk mematuk gusar yang bersarang

Monday 17 March 2014

Kepala-kepala

Kepala-Kepala I

Kepala-kepala itu terantuk ingatan,
namun  melewatkannya dengan menengadah
Kepala-kepala itu berjalan tanpa memandang,
sedang mereka tahu menuju jurang

Kepala-kepala itu dikutuk cacian, juga serapah
Kepala-kepala yang tak ingat pada sumpah

Kepala-kepala itu punya tuhan yang mereka pajang di ruang kerja
dan yang mereka ucap sesempurna purnama di kepala mikrofon

Kepala-kepala yang pada mereka isi kitab suci tak benderang
juga pelajaran ilmu sosial telah beku pada otak mereka yang suhunya minus




Kepala-kepala II

Kepala-kepala ini mengangguk terpatah,
tebas adalah kado jika bantah mencuat dari ubun-ubun
Kepala-kepala ini menunduk,
asa mereka sudah merunduk menembus tanah terlebih dahulu

Kepala-kepala ini mengutuk dengan caci juga serapah
akibat anak mereka hilang ditelan pemerintah

Kepala-kepala ini tak punya tuhan,
akibat harap mereka pada tuhan untuk meningkatkan suhu otak pemerintah
tak juga terkabul hingga hati mereka ngebul

Kepala-kepala yang pada mereka isi kitab suci sempat datang, bertandang
--sekadar bertanya kabar dan berbincang soal hak dan bodohnya pemerintah -- 
juga pelajaran ilmu sosial keburu lumer pada otak mereka
yang belum pernah tahu kalau-kalau sosial sudah pernah pamer di negeri ini.





Kepala III

Kepala Ini memandang jiwa-jiwa menggelandang 
mengemis hak di bawah sana
Kepala Ini tak jua paham mengapa 
kepala-kepala dibawah sana tak pernah sepaham soal hidup

Kepala-kepala yang satu merenggut
Kepala-kepala lain terenggut

Sesungguhnya hah-hak kalian adalah hakKu
Susah payah kalian di bawah, 
mengapa tak mencoba memohon ke atas sini?



Jatinangor, 18 Maret 00.01


Baru saja mendapat telfon dari seorang teman yang baru saja putus hubungan cintanya, diputuskan. "Halo" yang pertama kali terdengar  ketika telfon tersambung, sudah cukup menjelaskan seluruh kesedihannya. Tak perlu juga sebenarnya ia bercerita. Kata-kata ia luapkan dari hati yang rasa -nya perlahan (dipaksakan) menguap. Toh, cinta tidak sesederhana air yang bisa dituang ke saluran pembuangan jika ia keruh.

Katanya:

"Lebih baik saya mempertahankan pohon yang hampir roboh daripada harus kembali menanam benih."

Mungkin menanam kembali akan terasa lebih melelahkan. Mencari benih baik terlebih dahulu, menanamnya dengan benar, menyiraminya, memberi pupuk, menyiangi gulma, menjaganya dari hama, memberi tegakan kala ia mulai merunduk karena telah lama waktu yang ia jalani. Namun, menurut saya menanam kembali memberikan kita peluang mendapatkan hasil yang lebih baik ketimbang mempertahankan pohon yang nyaris rubuh -- yang rubuhnya kita tak tahu kapan dan bagaimana pada akhirnya ia merubuhkan segala asa.

Thursday 6 March 2014

Orang yang tidak belajar pada kenangan, mungkin akan sulit dalam usaha mencapai kemenangannya.
Langit tak meminjam matahari dari Tuhan untuk meneranginya. Matahari selalu ada bersama langit, gelap terangnya Tuhan yang atur.
Jadikan aku perhentian, jika suatu kali kau lelah berjalan bersamanya. Jadikan aku tujuan, jika kau tak tahu lagi kepada siapa kau bertuan.

Wednesday 5 March 2014

Bela Bangsa - Belkastrelka

Tiba-tiba saja malam ini. Bela Bangsa oleh Belkastrelka.
Setelah membeli CDnya entah sejak kapan tahun, mendengarkannya sesekali, dan kemudian menjadi seringkali, lantas berkali-kali.

Saya membeli CD Bela Bangsa - Belkastrelka ini di sebuah toko buku dan musik di Bandung, Omuniuum.
Sebelumnya saya tidak mengetahui sedikitpun tentang Belkastrelka, namun dengan desain cover 'bermakna banyak' yang disuguhkan inilah saya memutuskan untuk membeli CDnya, terlebih dengan judul album Bela Bangsa, cukup membuat penasaran juga.


Pertama kali CD ini melagu di telinga, saya masih merasa "asing" dengan musik yang dibawakan. Apa ya, musik Belkastrelka ini cukup absurd, ya begitulah bagi saya yang tak paham-paham amat soal musik ini. Sembari CD diputar, saya asyik membuka-buka kemasan seluruhnya. Desain gambar pada kemasan seluruhnya membuat saya berkhayal lebih jauh. Bonus 2 buah stiker yang juga jenaka juga membuat geli sendiri rasanya. Ada satu hal yang membuat saya agak tercengang -tapi tak heran juga sebenarnya-, Belkastrelka mengizinkan lagu-lagu dalam CD ini dibajak, begini bunyinya: "Boleh membajak asal tidak untuk kepentingan komersial". Artinya, kita bisa saja membagikan kepada kerabat kita dengan mudah dan halal. Melihat ketulusan mereka dalam bermusik, menjadi tak aneh ketika tulisan ini terbaca juga.

Terdapat 13 lagu di dalam album ini, berikut adalah lagu-lagu memabukkan itu:
1.   Rumah Kardus
2.   Pujian Expatriat
3.   Agen Gosip
4.   Kucing Gering Football Club
5.   Stasiun Lupa
6.   Pertarungan di Pinggir Selokan
7.   Nyanyian Pengantin
8.   Jalanan Buruk
9.   Kampung yang Tenggelam
10. Mitos Bangsa Ramah
11. Epik Jalanan
12. Duit Duit (Emang Selalu Kurang)
13. Gugur Gunung

Ketigabelas lagu tersebut secara umum mengangkat persoalan-persoalan sosial sederhana dan sedikit tentang cinta yang terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Tapi, mejadi tak sederhana lagi ketika mendengarkan dengan seksama. Tergambar jelaslah potret bangsa kita (yang perlu dibela dan saling membela ini).

Favorit saya adalah Stasiun Lupa, Rumah Kardus, Pertarungan di Pinggir Selokan, Jalanan Buruk, dan Mitos Bangsa Ramah. Hahaha. Semuanya saya suka sebenarnya.

Sulit bagi saya untuk menjelaskan kenapa lagu-lagu tersebut bisa begitu terngiang, mungkin kutipan maupun lirik utuh ini akan mampu menjelaskan lebih banyak:

Stasiun Lupa
..........
..........
..........
    Demi apapun putarlah sembarang lagu
    Agar suara itu tak terdengar
    Aku butuh tandai tubuhku
    Sebelum seseorang melupakanku

    Tak ada hitungan, tak akan ada hitungan
    Setelah ini semua orang lupa
    Pahlawan hari ini tercatat pada kertas tisu
    Yang 'kan kau gunakan untuk keringatmu


Rumah Kardus
    Mari dirikan rumah kardus
    Biar gampang terbakar
    Cepat terhapus
    Bahkan oleh hujan
 
    Tapi ada kursi di taman belakang
     buat minum teh dan baca koran
     sebuah sepeda dan sejumlah ingatan
     mungkin tak perlu cinta yang terlalu
     karena di sini semua cepat berlalu


Pertarungan di Pinggir Selokan
     Panggung muram di halaman / itu tak menawarkan /
     harapan kursi-kursi / kosong beberapa diisi /
     anak-anak yang tak punya / hiburan di luar /
     kemiskinan bergerombol / mencari musuh /
     yang bisa dipukulinya / kemiskinan yang lain

     Mereka berkumpul / di dalam selokan yang gelap /
     mirip semak-semak yang / dingin dan mengerikan /
     Tinggal menunggu waktu / di mana peperangan / akan dimulai
 
     Lagu-lagu cinta akan mengiringi para hero ke medan laga
     Semalam keributan sudah terjadi di kampung sebelah /
     Malam ini adalah kelanjutan yang dinanti-nantikan
     Beban keseharian sejenak terlupakan
     tinggal pahlawan atau pecundang /

     Dan "Keong Racun" diputar lagi di panggung
     Mempercepat degup jantung
     Mempercepat pedang dilolos
     Aku pergi sebelum sesuatu akan terjadi

Jalanan Buruk
     Jalanan buruk ini harus diterima
     Ia seperti wajah kita
     Penuh lobang dan genangan sisa hujan
     Jalanan buruk ini membuatku berlama-lama
     di jalan sebelumnya akhirnya bisa menemuimu

    Jalanan buruk ini telah mengantarku ke panggung-panggung
    yang jatuh cinta pada suaramu
    Ke tempat-tempat di mana uang berguguran seperti hujan
    Meski hanya ribuan, ia akan membasahi tubuhmu

    Jalanan buruk ini telah mengantarkanmu kemana-mana
    Jalanan buruk ini telah mengantarkanmu kemana-mana


Mitos Bangsa Ramah
     Dimanakah senyummu itu
     yang biasa s'lalu menyambutku
     Katakan apa masalahmu
     Kenapa jadi begitu padaku
     Ooh, aku tak tahu

     Bisakah kita seperti dulu
     Saling peduli dan menghargai
     Apa jadinya hidup ini
     Bila engkau memalingkan muka

     Oh, jangan jangan libatkan aku 
     dalam urusan rumah tanggamu
     Ooh, aku tak mau 
     Tetaplah seperti yang dulu
     Apapun yang terjadi kau s'lalu
     Tersenyum padaku

     Bisakah kita seperti dulu
     Saling peduli dan menghargai
     Apa jadinya hidup ini
     Bila engkau memalingkan muka

Sunday 2 March 2014

Bertemu Komodo di Pulau Rinca


      
Pagi hari di Labuan Bajo, saatnya menjalankan ritual wajib jika kita berwisata ke Labuan Bajo “island hopping”. Yap! Hari ini pulau pertama yang akan kami kunjungi adalah Pulau Rinca, tepatnya resort Loh Buaya. Ternyata, komodo tidak hanya bisa ditemui di Pulau Komodo saja lho. Menurut pemandu wisata kami, komodo di Pulau Rinca konon lebih banyak dan lebih besar dibandingkan di Pulau Komodo sendiri.
      
       
Aktivitas yang akan kami lakukan di Pulau Rinca adalah trakking untuk ‘bertemu’ dengan komodo. Di sini tentunya tidak seperti kebun binatang yang dengan mudahnya kita dapat melihat hewan secara ‘pasti’. Di kawasan hutan Taman Nasional Komodo ini kami harus jeli terhadap keberadaan komodo. Terlebih, dengan warna kulitnya yang coklat, seringkali samar di antara semak – semak. Terdapat 3 buah jalur trakking yang disediakan bagi para wisatawan, yaitu long track (5 - 6 km dengan waktu tempuh 2 jam), medium track (3 – 4 km dengan waktu tempuh 1,5 jam), dan yang terakhir adalah short track (2 km dengan waktu tempuh 1 jam). 

Oh iya! Ada hal penting yang harus diperhatikan jika kita hendak ‘bertemu’ komodo. Pertama, komodo adalah hewan kanibal, komodo sangat peka terhadap bau darah dan warna merah. Jangan nekat mengikuti trakking jika menggunakan baju merah. Begitu pula, jika teman – teman dalam  keadaan memiliki luka berdarah, atau bagi para wanita, sedang datang bulan. Selain itu, komodo juga sangat peka terhadap ‘pancingan gerak’, semisal tali kamera, tas, atau hp yang      menjuntai, maupun gerakan –  gerakan lain yang bersifat memancing insting komodo.

Eh iya, selain komodo, sesuai dengan namanya “Loh Buaya” yang berarti Teluk Buaya, di sini –pastinya- terdapat buaya! Ada dua jenis buaya yang hidup di sini, yaitu buaya laut dan land crocodile (buaya darat). Pokoknya, kalau sudah disini,  kita harus super hati – hati!! Keselamatan kita tergantung kewaspadaan kita! 
Whohoho, panas cuaca tidak menghalangi kami untuk bertemu hewan legendaris itu, cucunya naga. Hehe. NAH! Tempat pertama kali kami bertemu dengan komodo ternyata tidak terlalu jauh dari titik awal kami berangkat. Ini adalah dapurnya para ranger, komodo seringkali datang karena mencium bau makanan. Tapi sayang, komodo disini kondisinya sangat menyedihkan. Banyak dari komodo – komodo ini yang sudah tidak bisa berjalan karena kakinya sudah patah akibat bertarung dengan sesama komodo, badannya juga sangat kurus – kurus. Akhirnya, kesampaian juga melihat legenda hidup yang satu ini. Meski, tidak menyangka bahwa komodo yang selalu tampak gagah di TV, beberapa yang kami lihat hanya bisa pasrah di atas tanah. Kami melanjutkan perjalanan, berharap menemukan komodo yang lebih baik.

WHOHOHO! Ternyata Tuhan memberikan keberuntungan kepada kami! Tepat di depan rombongan kami lewat seekor bayi komodo. Pemandu wisata kami sampai berdecak kagum. “Waah, jarang sekali yang seperti ini bisa kejadianBertemu dengan komodo dewasa saja untung – untunganlha kalian  bisa bertemu dengan bayinya, bersyukurlah kalian.” Waah, mendengar peristiwa ini termasuk jarang, kami tersanjung juga. Hehe. Pemandu kami kemudian melanjutkan penjelasannya ....

Kami berjalan kembali, dan terus berjalan, sampai akhirnya kami bertemu jalan menanjak. Kami belum tahu akan berujung dimana jalan ini, hingga akhirnya.... Pulau Rinca menjawab. Suguhan pemandangan menakjubkan lagi – lagi kami dapatkan!


Thursday 27 February 2014

Bukit Cinta, Labuan Bajo

Hiyah!

Setelah sebelumnya menyaksikan perjalanan kami di Pantai Malimbu, Lombok, saat ini kami tengah berada di atas kapal feri yang membawa kami ke LABUAN BAJO! Yap! Kami sudah merapat ke dermaga saat ini.

Sore ini begitu tiba di rumah Pak Figo, pemandu wisata kami, kami langsung diajak berjalan – jalan ke suatu tempat yang konon nge – HITS di kalangan anak – anak 
muda Labuan Bajo.

Bukit Cinta! Begitu tempat ini disebut. Tidak perlu banyak bertanya kenapa tempat ini dinamakan bukit cinta. Kita akan tahu setelah sampai di puncak. Tidak  mudah untuk menaiki bukit cinta, diperlukan kekuatan cinta yang besar untuk memacu semangat kita. Hahaha 
Medannya cukup terjal, kuda – kuda harus terpasang kuat nih! Oiya, kalau ke sini usahakan pakai sandal gunung atau alas kaki yang cukup mencengkeram.

Nah!
Sekarang tahu ‘kan kenapa dinamakan bukit cinta? Gak bisa diungkapkan pakai kata – kata dehKamu harus datang sendiri kesini dan merasakan gelora cinta di atas sini, cinta dari Indonesia untuk setiap mata yang menyaksikan dan hati yang merasakan.


Tempat Rahasia di Malimbu

                       
Halo!
Pagi ini saya dan teman – teman JTRIP tengah transit di Lombok dalam perjalanan kami menuju Labuan Bajo. Berhubung kami baru akan berangkat kembali esok hari, maka hari ini kami putuskan untuk mengunjungi Pantai Malimbu. Pantai Malimbu berjarak sekitar 30 kilometer dari kota Mataram, tempat kami menginap. Kurang lebih satu jam perjalanan, kami tiba di Malimbu Sunset Point, yaa walaupun hari masih siang sih. Hehe.

WHOOW!
Ternyata tak jadi soal, meskipun siang hari, pemandangan dari atas sini sangat luar biasa menakjubkan! Airnya biru jernih. Birunya laut dan birunya langit membentang di hadapan kita. Karang – karang pun terlihat sangat jelas, lho. Ingin sekali rasanya melompat dari atas sini. Hahaha.
     
Di perjalanan pulang, driver kami tiba – tiba berhenti dan meminta kami mengikutinya. Bapak Urip, sang driver, masuk ke sebuah bangunan yang belum jadi. Kami yang tak tahu apa – apa ini mengikutinya.

WHOHOHOW!
Ternyata Pak Urip membawa kami ke surga dunia! Tempat dimana kebesaran Tuhan tak terbantahkan. Garis pantai tepat di depan batang hidung kami. Mata kami seolah terbagi, mata kiri untuk memandang gunung yang menjulang dan mata kanan untuk menyaksikan laut yang membentang.

J-TRIP Goes to Labuan Bajo

Setelah sebelum-sebelumnya J-Trip nge-Trip di pulau Jawa aja, yakni ke ujung timur Jawa (Taman Nasional Alas Purwo - Banyuwangi dan Bromo) dan ujung barat Jawa (Taman Nasional Ujung Kulon), 25 Agustus - 08 September lalu J-TRIP berkesempatan dalam kesempitan (karena kali ini kita jalan di hari kuliah) nge-trip ke bagian timur Indonesia. Berikut liputannya!


                                  


Minggu, 25 Agustus 2013 -  Jatinangor 16.00 WIB 
Yap! Hari ini adalah hari ini! A journey of a thousand miles begins!
Ribuan kilometer akan kami tempuh, bertolak dari Alfa Bungamas, Jatinangor Damri Shuttle menjadi kendaraan kami menuju Stasiun Kiara Condong, Bandung, Jawa Barat.

Alfa Bungamas - Jatinangor

Coolest Damri ever!

Ditemani senja yang kian jatuh menuju malam, perjalanan kami dimulai, kami tiba di stasiun Kiara Condong kurang lebih menjelang Isya. Setibanya di stasiun kami segera mencari warung makan untuk mengisi perut ini hingga besok pagi. Konon katanya pedagang asongan sudah tidak lagi diperkenankan berjualan di atas kereta. Setelah mengisi waktu dengan ini itu, pukul 20.30 WIB kami melaju dengan Kereta Kahuripan menuju Lempuyangan, Yogyakarta. 


Senin 26 Agustus 2013 - Yogyakarta 04.47 WIB 
 Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta





Selamat pagi, Lempuyangan!

Senang sekali berada di sini, menempuh perjalanan semalaman dan pagi harinya sudah berada di tempat lain, kota Yogyakarta, provinsi Jawa Tengah. Di sini, dengan cara yang berbeda keindahan Indonesia terasa selalu membahagiakan.

07.45 WIB perjalanan kami menyambung perjalanan menuju Banyuwangi Baru dengan kereta Api Sri Tanjung. Kereta kami singgah di stasiun Gubeng, Surabaya, Jawa Timur.

Stasiun Gubeng - Surabaya 

Setelah meng-Gubeng kurang lebih setengah jam, kereta kembali melahap puluhan kilometer rel di hadapannya. Memasuki Sidoarjo, kami melewati situs pebuh fenomena abad ini "(Wisata) Lumpur Porong Sidoarjo". Memang dasar manusia Indonesia oportunis, bencana pun bisa jadi uang.
Omong-omong soal Bendungan Lumpur Porong, saya punya pandangan sendiri akan peristiwa ini. Imajinatif. Tahu kan apa itu cerita legenda? Seperti cerita di balik Danau Toba, Gunung Tangkuban Perahu, saya pikir ARB pun berniat melakukan hal yang sama. Dengan (kesalahan) kecanggihan teknologi pengeboran, Beliau mencoba membuat legenda tentang dirinya.



Wisata Lumpur Porong, Sidoarjo

20.40 WIB kami tiba di Stasiun Banyuwangi Baru. Beberapa dari kami, termasuk saya, menumpang mandi di Indomart. Ternyata mas-masnya gak ikhlas, waktu saya mandi doi menggerutu karena ternyata yang numpang mandi bukan hanya 1 orang, teman saya yang minta izin padanya memang cuma satu soalnya. Hahaha.

11.00 WIB Berjalan kaki menuju Pelabuhan Ketapang melintasi selat selat Bali untuk kemudian berlabuh di Gilimanuk, Bali. 

01.30 WITA
Tba di Gilimanuk, bis yang telah kami pesan sudah menunggu untuk membawa kami ke pelabuhan Padang Bai.

07.00 - WITA
Tiba di Padang Bai, Bali. Persiapan menyebrang menuju Lombok.
Pelabuhan Padang Bai, Bali