Setelah membeli CDnya entah sejak kapan tahun, mendengarkannya sesekali, dan kemudian menjadi seringkali, lantas berkali-kali.
Saya membeli CD Bela Bangsa - Belkastrelka ini di sebuah toko buku dan musik di Bandung, Omuniuum.
Sebelumnya saya tidak mengetahui sedikitpun tentang Belkastrelka, namun dengan desain cover 'bermakna banyak' yang disuguhkan inilah saya memutuskan untuk membeli CDnya, terlebih dengan judul album Bela Bangsa, cukup membuat penasaran juga.
Pertama kali CD ini melagu di telinga, saya masih merasa "asing" dengan musik yang dibawakan. Apa ya, musik Belkastrelka ini cukup absurd, ya begitulah bagi saya yang tak paham-paham amat soal musik ini. Sembari CD diputar, saya asyik membuka-buka kemasan seluruhnya. Desain gambar pada kemasan seluruhnya membuat saya berkhayal lebih jauh. Bonus 2 buah stiker yang juga jenaka juga membuat geli sendiri rasanya. Ada satu hal yang membuat saya agak tercengang -tapi tak heran juga sebenarnya-, Belkastrelka mengizinkan lagu-lagu dalam CD ini dibajak, begini bunyinya: "Boleh membajak asal tidak untuk kepentingan komersial". Artinya, kita bisa saja membagikan kepada kerabat kita dengan mudah dan halal. Melihat ketulusan mereka dalam bermusik, menjadi tak aneh ketika tulisan ini terbaca juga.
Terdapat 13 lagu di dalam album ini, berikut adalah lagu-lagu memabukkan itu:
1. Rumah Kardus
2. Pujian Expatriat
3. Agen Gosip
4. Kucing Gering Football Club
5. Stasiun Lupa
6. Pertarungan di Pinggir Selokan
7. Nyanyian Pengantin
8. Jalanan Buruk
9. Kampung yang Tenggelam
10. Mitos Bangsa Ramah
11. Epik Jalanan
12. Duit Duit (Emang Selalu Kurang)
13. Gugur Gunung
Ketigabelas lagu tersebut secara umum mengangkat persoalan-persoalan sosial sederhana dan sedikit tentang cinta yang terjadi di kehidupan sehari-hari kita. Tapi, mejadi tak sederhana lagi ketika mendengarkan dengan seksama. Tergambar jelaslah potret bangsa kita (yang perlu dibela dan saling membela ini).
Favorit saya adalah Stasiun Lupa, Rumah Kardus, Pertarungan di Pinggir Selokan, Jalanan Buruk, dan Mitos Bangsa Ramah. Hahaha. Semuanya saya suka sebenarnya.
Sulit bagi saya untuk menjelaskan kenapa lagu-lagu tersebut bisa begitu terngiang, mungkin kutipan maupun lirik utuh ini akan mampu menjelaskan lebih banyak:
Stasiun Lupa
..........
..........
..........
Demi apapun putarlah sembarang lagu
Agar suara itu tak terdengar
Aku butuh tandai tubuhku
Sebelum seseorang melupakanku
Tak ada hitungan, tak akan ada hitungan
Setelah ini semua orang lupa
Pahlawan hari ini tercatat pada kertas tisu
Yang 'kan kau gunakan untuk keringatmu
Rumah Kardus
Mari dirikan rumah kardus
Biar gampang terbakar
Cepat terhapus
Bahkan oleh hujan
Tapi ada kursi di taman belakang
buat minum teh dan baca koran
sebuah sepeda dan sejumlah ingatan
mungkin tak perlu cinta yang terlalu
karena di sini semua cepat berlalu
Pertarungan di Pinggir Selokan
Panggung muram di halaman / itu tak menawarkan /
harapan kursi-kursi / kosong beberapa diisi /
anak-anak yang tak punya / hiburan di luar /
kemiskinan bergerombol / mencari musuh /
yang bisa dipukulinya / kemiskinan yang lain
Mereka berkumpul / di dalam selokan yang gelap /
mirip semak-semak yang / dingin dan mengerikan /
Tinggal menunggu waktu / di mana peperangan / akan dimulai
Lagu-lagu cinta akan mengiringi para hero ke medan laga
Semalam keributan sudah terjadi di kampung sebelah /
Malam ini adalah kelanjutan yang dinanti-nantikan
Beban keseharian sejenak terlupakan
tinggal pahlawan atau pecundang /
Dan "Keong Racun" diputar lagi di panggung
Mempercepat degup jantung
Mempercepat pedang dilolos
Aku pergi sebelum sesuatu akan terjadi
Jalanan Buruk
Jalanan buruk ini harus diterima
Ia seperti wajah kita
Penuh lobang dan genangan sisa hujan
Jalanan buruk ini membuatku berlama-lama
di jalan sebelumnya akhirnya bisa menemuimu
Jalanan buruk ini telah mengantarku ke panggung-panggung
yang jatuh cinta pada suaramu
Ke tempat-tempat di mana uang berguguran seperti hujan
Meski hanya ribuan, ia akan membasahi tubuhmu
Jalanan buruk ini telah mengantarkanmu kemana-mana
Jalanan buruk ini telah mengantarkanmu kemana-mana
Mitos Bangsa Ramah
Dimanakah senyummu itu
yang biasa s'lalu menyambutku
Katakan apa masalahmu
Kenapa jadi begitu padaku
Ooh, aku tak tahu
Bisakah kita seperti dulu
Saling peduli dan menghargai
Apa jadinya hidup ini
Bila engkau memalingkan muka
Oh, jangan jangan libatkan aku
dalam urusan rumah tanggamu
Ooh, aku tak mau
Tetaplah seperti yang dulu
Apapun yang terjadi kau s'lalu
Tersenyum padaku
Bisakah kita seperti dulu
Saling peduli dan menghargai
Apa jadinya hidup ini
Bila engkau memalingkan muka
No comments:
Post a Comment