Thursday 23 August 2012

"Bahkan detik berhenti berdetik dan detak jantungku berhenti berdetak ketika ia tahu aku menunggumu."
"Menunggumu tidak pernah membuang waktu. 
Karena menunggumu aku bahkan tak tahu satuan waktu."


"Menentangmu dalam takdir adalah tak mungkin, menantang takdir untuk dapat memilikimu...semoga mungkin."
"Melewatkanmu, itu lengah. 
 Tak bisa menahanmu, itu lemah.
 Tak jua mendapatkanmu, itu payah. 
 Terlalu mencintaimu, itu salah."
"Karena cinta adalah ♥, ia memiliki 2 sudut, sudut untuk memulai dan sudut untuk mengakhiri, hasil pertemuan masing-masing garis pelakunya."
"Aku tidak ingin memujamu, meskipun aku begitu mendambamu. Karena memujamu berarti membuatmu meninggi dan kamu akan semakin sulit kuraih."
"Mencuri perhatianmu itu jauh lebih sulit daripada calon bupati yang mencari simpati rakyat, daripada bau ikan asin yang mengundang lalat."
"Minyak tanah ngantri, elpiji ngantri, masuk ke hati kamu apalagi."
"Aku ga sahur, tapi aku masih terjaga. Aku ga akan mundur, sebelum kamu kudekap di dada."

Tuesday 21 August 2012

Cintaku Balon Gas


Cintaku padamu itu seperti balon gas
Menyentuh langit tak
Menjejak bumi tak

Aku melayang-layang
di sesuatu
yang orang sebut udara

Ya, mungkin saat ini aku sedang melayang di udara
Tunggu, melayang di udara itu terlalu terdengar mengasyikkan
Sayangnya, aku bukan melayang di udara seperti yang para bocah selalu impikan
Aku melayang-layang di udara seperti arwah yang tidak diterima surga maupun neraka
karena mungkin belum 40 hari

Kamu telah menggantung cintaku lebih dari 40x4 hari
Heliumku sudah hampir habis
Segera gapai taliku
dan ikatkan aku pada tiang hatimu
sebelum aku melayang-layang menuju rendah
hingga akhirnya mencium tanah sebagai balon kempes yang tak pernah dimiliki siapapun
yang tak pernah membuat ceria hari dan hati lelaki manapun
(karena yang aku mau hanya kamu, meski kamu selalu membuatku melayang-layang)

                                                                                              Cilegon 20 Agustus 2012

Kalah Lagi



Mencintaimu tak lebih dari bermain judi
Kukocok kamu sebagai si kalah
Kubagikan tujuh-tujuh pada 3 pemain lainnya
3 wanita lain

Game dimulai dari si menang
Demikian berputar berlawanan jarum jam

Tiba giliranku
Aku tak punya kartu untuk melawan Queen ♥ yang terbaring menghadap langit

Kartu itu keluaran model glamor itu
Kartuku payah
Aku kalah lagi

                                                                                                   Cilegon, 20 Agustus 2012

Monday 20 August 2012

Halo, Tuhan!


Untuk Tuhan,
-yang telah sekian waktu aku abaikan-atau apapun itu 'kata'nya

ketika aku tidak lagi menghadapMu setiap pagi dan malam
ketika lembaran kertas firmanMu tak lagi bergesekan ketika ku mencari halaman surat
ketika aku pergi ke rumahMu tanpa kurasa berkat menggoncang hatiku,
                                              tanpa kurasa keyakinan bertambah pada imanku,
                                              dan tanpa lurusnya hidupku di hadapMu.


Tuhan,
aku rindu padaMu
aku ingat ketika dulu kita pernah begitu dekat
Dimana hari-hari selalu pasti,
             pagi-pagi selalu menyegarkan hati,
             dan malam-malam tak pernah menjadi kelam.

Bawa aku kembali
Biar aku tersungkur di bawah kaki Bapa Sorgawi,
hingga kelak aku mati nanti,
dalam dekap Rajani aku terbaring.

                                                                                                   Cilegon, 20 Agustus 2012




Sore ini,
pemakaman itu sangat ramai akibat banyaknya para manusia hidup yang mengunjungi para manusia mati di bawah tanah sana, dalam rutinitas mereka saban 1 Syawal.

Lapang merah bergunduk itu lebih mirip pasar tumpah ketimbang kubur jenazah.

                                                                                                      Cilegon, 20 Agustus 2012

"Meski bumi itu bulat, aku akan mencarimu sampai ke ujung bumi."

Diharuskan Mencintai Kamu


Karena mencintai Tuhan berarti aku harus mencintai bumi,
mencintai laut,
mencintai hutan,
mencintai pohon,
mencintai air,
mencintai burung,
mencintai udara,
mencintai kamu.

Karena kamu, meluaskan pandanganku seperti laut
                       menyegarkan pikiranku seperti hutan,
                       senantiasa menyuplai oksigen untuk alveolusku seperti yang dilakukan pohon,
                       mengalir di nadiku seperti air,
                       adalah orang pertama yang selalu berkicau di jendela telpon genggamku setiap pagi,
                       adalah udara tanpa polusi dalam sirkulasi hatiku.

Karena kamu,
aku percaya bahwa mencintai Tuhan adalah karunia luar biasa
karena aku diharuskan mencintai kamu.


                                                                                                Cilegon, 20 Agustus 2012
"Goal itu soal kesempatan, kamu itu soal kenikmatan."
"Selamat pagi, di sini langit kelabu. Namun karenanya aku teduh. Ia punya cara yang sama seperti caramu meneduhkanku. ♥"
"Sepasang kekasih sedang bermain catur. | Aku mau udahan ah. | Loh? Belum skak loh ini. | Bukan main caturnya, aku mau udahan sama kamu."
"Kenapa kita tidak mencoba untuk mengukir sejarah kembali? Ibarat proklamasi yang kembali dikumandangkan."
"Selamat pagi, koranku belum juga datang sampai saat ini, seperti kamu yang belum juga mau berpulang dari pikiranku."
"Layaknya bubur Cirebon yang lebih enak tanpa kuah, begitu juga kamu yang lebih baik tak berulah."
"Ada hikmah di balik tumpahnya air panas. Ada hikmah di balik hubungan kita yang kandas."
"Semoga semoga semoga, segera terhubung yang perasaannya selama ini terselubung. ♥"
"Jangan menaruh hati pada dia yang hatinya mati terhadap segala perjuangan kamu untuk mematikan hatinya."
"Sekarang sudah hari Minggu, jangan terus menunggu dia yang sekarang sudah dimiliki orang."

Sunday 19 August 2012

Surat untuk Selimut


Nikmat sekali di bawah sini
Halus kulitnya yang beradu sentuh dengan kulitku
Bersetubuhnya epidermisku dan -nya membuat kesatuan kenikmatan tak terkatakan
Membuat kami harus mengakui satu sama lain bahwa kami sama-sama terbuai dalam setiap gesekan yang terjadi
yang tak jarang membuat berdiri bulu kaki dan bulu lainnya

Di sini tidak dingin, tapi aku ingin selalu bersamamu
Denganmu di atasku membuatku merasa terlindungi
-meski tak ada nyamuk di sini-
Membiarkanmu terbaring pasrah di atasku berarti menenanganku.

Mut, aku punya sesorang seperti kamu
Dia yang di sana,
juga menyelimutiku

Tapi tenang,
kamu tak akan terganti
karena yang dia selimuti bukanlah tubuh lelahku
Melainkan hatiku yang kemarin-kemarin pernah terbelah.


Bumi dengan Satu Tuhan



            Beberapa tahun lalu, aku pernah bertemu dengan sebuah keadaan, kondisi, atmosphere, atau apapun itu yang terasa sulit untuk dijadikan sebuah kata-jika saja aku boleh menambahkan satu kata ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia revisi 2011- di mana aku menemukan keindahan yang benar-benar indah, bukan hanya sekedar indah, tapi juga mendamaikan jiwa , akan betapa hebatnya sebuah perbedaan. Saat itu pikiran dan hatiku sangat terbuka dengan berbagai ajaran, aliran, dan semua jalan berbeda yang manusia tempuh untuk bertemu Tuhan-nya, Sang Mahahebat.
            Setiap jalan berbeda yang kita, manusia, tempuh memiliki keindahannya masing-masing, memiliki liku dan kelok yang mungkin tak sama, jalan menanjak di hadapan kami mungkin menurun bagi insan dengan keyakinan lain, begitu pun dengan lembah dan jurang. Di atas pebedaan yang katanya mendasar dan prinsipil itu, kami berdiri di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, melihat kucing sama. Adakah kucing jenis ini adalah ciptaan Tuhan agama ini? Atau tanah pulau yang kami injak ini adalah ciptaan Tuhan agama itu? Manusia dengan rambut tergerai adalah manusia agama iti? Tanaman padi dengan bulirnya yang dalam satu batang berisi bla bla bla bulir adalah padi agama inu?
            Tuhan itu satu. Semua agama meyakini hal itu. Dalam hati meyakini Tuhan satu dan itu Tuhan versi agamaku. Terkadang aku tak bisa menerima dengan mudah bahwa Tuhan itu satu dengan begitu banyak jalanNya, yang terkadang membuat kita manusia tidak bisa bersatu.
            Nyatanya kesatuan Tuhan itu tidak berlaku ketika kamu merasakannya langsung dalam hidupmu, ketika kamu harus memisahkan diri dengan kekasihmu yang berbeda keyakinan misalnya. Tidak ada masalah lain, tidak ada alasan lain selain kalian ‘berbeda’. Kalau Tuhan memang satu mengapa kita yang berbeda ini tidak boleh bersatu dalam ‘kesatuan’Nya.
Terkadang aku iri dengan bumi, yang mungkin tidak memikirkan ada berapa Tuhan sebenarnya, ajaran mana yang harus ia pilih sebagai pedoman hidupnya, yang  juga bisa memagarinya, hidupnya. Aku ingin menjadi seperti bumi, yang ia tahu Penciptanya hanya satu, ia hanya diciptakan satu kali oleh yang Satu. Bumi yang hanya punya satu Tuhan.


Pagi Pertama di Bulan September

Pagi pertama di bulan Sepetember. Pukul 8 entah kurang atau lebihnya berapa menit,- aku tak peduli-aku terbangun dari tidurku akibat sinar matahari yang menelusup helai rambutku ku yang terurai hingga membuat kulit kepalaku terasa hangat, mendobrak tanpa kendali melalui jendela yang memang kubiarkan terbuka sedari aku tidur dini hari tadi. Menggeliat. Melihat-melihat. Mengambil tempat, segera ‘ku menghadapNya.
Untaian doa pun mengalir dari mulut yang belum disiram, deretan gigi yang belum digosok, dengan mata terpenjam dan telapak tangan terlipat bibir ini katup-mengatup mengucap puji:
Selamat pagi, Sang Maha
Terima kasih atas pagi ini, pagi pertama di bulan September
Terima kasih telah membangunkanku dengan caraMu, dengan mengutus matahariMu

            Buka mata
Melihat sekeliling.
Semua baik-baik saja,

Terima kasih atas keadaan baik-baik saja di dalam rumahku, di dalam hidupku, di dalam jiwaku. Tapi entah di Tanah Airku.
Aku berdoa supaya hari ini Kau jadikan baik untuk aku dan keluargaku, temanku, juga Tanah Airku.
Berkatilah kami dengan kasihMu yang sepanjang masa
Amin.

Kulanjutkan dengan membaca Injil. “Kebangkitan Yesus”. Disitu disebutkan ada dua orang Maria yang mengunjungi makamNya, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus. Lantas, Maria Ibu Yesus? Paskah demi Paskah berlalu, namun pemahamanku tentang agamaku sendiri pun masih dangkal.
Android yang semalaman menjagaiku di samping bantal segera kuraih. Kutekan tombol tidak bulat di sisi tubuhnya.

 Data Network Mode. On.

Tap Facebook.

Ketik Selamat Pagi Pertama di Bulan September *.*

Status updated

Scroll atas bawah. Bawah atas. Kepo.

Notification.

Bla bla bla …

Exit

Tap PlumeTwitter
Bla bla bla….

            TraxFMJKT
Hari ini lo pengen ngucapin Terima kasih buat siapa?tweet ke kita dengan hashtag #TERIMAKASIHYAH terus mention temen/keluaga lo J

#TERIMAKASIHYAH ini aku yakin terinspirasi dari #ALHAMDULLILAHYAH-nya penyanyi wanita itu.

Tap tweet.
Tap #TE
#TERIMAKASIHYAH Sang Maha yang mengizinkan saya masih terbangun di pagi pertama di bulan September dengan kehidupan yang sangat amat baik. J

Pagi pertama sejak dini hari tadi aku meng-unfollow kekasih terakhirku- yang tepat setahun lalu kami berhenti. Tunggu, bukan kami yang memilih berhenti. Ia menghentikan ‘kami, maksudku -dan kekasihnya sekarang. Pria itu menjadi kekasih barunya 5 hari setelah berakhirnya kami. Sungguh pun sebelumnya ia pernah menceritakan pria itu. Kami memang selalu bertukar cerita jika ada orang lain yang menurut kami menarik di luar sana. Hal itu kami maksudkan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman. Kami berniat untuk menjungjung tinggi keterbukaan dalam hubungan kami, namun keterbukaan itu ternyata… entahlah.

            Sudahlah.

Sudahlah hanya sudahlah. Kadang terbersit betapa dulu aku merasa sangat memilikinya. Aku menggenggamnya terlalu kuat, dan layaknya pasir ia pun luruh. Ia wanita yang sangat baik, selalu meluangkan  banyak waktunya untukku. Sebaliknya aku, menomorsatukan kekasih dalam hasrat dan ucapan, namun menomorsekiankannya dalam tindakan.

Salahkah aku melewatkanmu
Tak mencarimu sepenuh hati
Maafkan aku
(Yang Terlewatkan – Sheila on 7)

Hari-hari dalam setahun terakhir ini selalu kusempatkan menengok setiap akun jejaring sosialmu, Facebook, Twitter, Whatsapp, Live Profile, Tumblr, Heello, YM, bahkan Friendster. Berharap masih ada namaku kau sebut. Setidaknya dalam maki, caci, atau dengki, terlebih dalam galaumu. Aku sangat berharap… tapi tak pernah ada. 08082011, I love you, Banyu, 02:02 <3, Happy bla bla bla months, dear, itu yang ada. Segala tentangnya. Sepertinya kau bahagia di sana, bersamanya. Selamat.

Apakah di sana hujan?
Kupikir kau telah punya payung
(Mata Biru – Mustafa Ismail)
Pernah kucoba sesekali membuat sebuah surat. Semacam masturbasi. Bukan untukmu, tapi untukku, tapi tentangmu. Ini suratku yang kutulis dalam masa penggalauanku.

Ini bukan ratapan,
bukan juga caraku untuk mengemis kembalinya cintamu.
Ini hanya surat masturbasiku,
sekedar untuk refleksi.
Berkaca pada diri
Penyebab kau meninggalkanku.
Putus lagi cintaku,
Putus lagi jalinan kasihku.

Setelah menunggu kabarmu lebih dari 24jam-entah berapa jam, entah berapa lama-dalam galau, akhirnya kau mengabariku.
“Saada, Aku minta waktu sendiri. Boleh?”
Aku meng-iya-kan maumu dengan emosi yang…entahlah.

Aku lelah menunggu kabarmu dari malam kemarin-malam yang tak tenang setelah kau tak mengirimiku pesan seperti biasanya dan kulihat pesan dinding pada akun Facebookmu yang kurasa kubutuh konfirmasimu, karena itu aku merongrongmu dengan dering ponselmu-. Kalau memang kau sedang butuh waktu sendiri, tidak bisakah kau mengabari terlebih dahulu? Aku jamin aku tidak akan mengganggu. Terlebih pagi itu aku membagi sedikit suka cita ku atas diterimanya aku di salah satu perguruan tinggi negeri, tapi tak sedikit pun kau peduli. Seharian aku…entahlah.

Aku tahu hari itu aku tampak sangat tolol.
Hanya karena kau tak ada kabar aku seperti…entahlah.
Padahal itu bukan pertama kalinya kau begitu.
Entah apa yang membuatku begitu ingin segera berbicara denganmu.
Tadinya aku baru ingin menghubungimu malam nanti, karena ku tahu kau pasti punya alasan. - Ya, kau selalu punya alasan, dan aku selalu bisa menerima semua alasanmu.

Tengah malam aku terjaga
Kudapati pesanmu.
Galauku terjawab. Kau meminta akhiri hubungan kita, hubungan yang ku kira masih panjang umurnya.
Dengan alasan ‘bosan dan lelah’, kita berakhir.

Alasan yang sangat dapat ku terima.
Aku tahu aku orang yang membosankan ketika bersamamu, sangat membosankan kusadari belakangan ini. Hanya kata yang bisa ku beri padamu. Kata, kata, kata, dan kata. Kata yang kupikir cukup membuatmu muak untuk mendengarnya walau hanya untuk sekali lagi.

Maaf jika hanya kata. Maaf jika hanya maaf.
Aku hanya terlalu malu saat kau ada di depanku.
Jauh dari yang kau tahu, aku sangat(dan sangat) merindukanmu. Hanya saja aku malu.
Terima kasih untuk jarak-yang baru kurasakan sendiri sekarang ini ternyata tidaklah dekat- yang kadang kau tempuh ketika ada saatnya kau ingin bergantian bertandang ke rumahku.Untuk lima jam perjalanan menuju kemari dari kotamu.
Untuk pagi buta kau tiba di rumahmu sepulangnya dari rumahku
Untuk waktumu yang lebih banyak kau korbankan daripada waktuku
Untuk kesediaanmu menghabiskan waktu dengan aku yang membosankan di tempat-tempat yang tak pernah berbeda.
Untuk Natal pertama yang kurasakan dengan adanya seorang kekasih
Untuk pengorbananmu
Untuk pengertianmu
Untuk kesabaranmu
Untuk semua yang telah kau ajarkan padaku
Untuk ketulusanmu

Maaf untuk aku yang membosankan, yang tak mengerti bagaimana memperlakukanmu, hatimu dan cintamu
Untuk sifat kekanak-kanakanku
Untuk janji-janji yang belum tertepati
Untuk semua yang masih terpendam, yang belum sempat kutunjukkan padamu
Untuk aku yang tidak memahami
Untuk aku yang tidak peka
Untuk maaf yang terlalu banyak kuucap tanpa perbaikan sikapku.



Lagu yang kita dulu pernah rencanakan, tidak pernah tercipta sampai pada hari ini.
Telah kurangkai liriknya(jika itu pantas disebut sebuah lirik) sebenarnya, hanya saja aku belum memberikannya padamu untuk kau olah menjadi sebuah lagu indah(seharusnya).
Tadinya kupikir akan kusertakan lirik itu dalam bingkisan yang sedang kusiapakan untuk delapan bulan kita bersama nanti. Namun delapan bulan itu tidak ada.
Dan bulan-bulan selanjutnya yang selalu kuharapkan bisa kulewati bersamamu tidak ada lagi.
Mungkin jika kini lirik itu butuh nada, nada-nada minorlah yang akan membuatnya menjadi sebuah lagu. Lagu bahagia orang jatuh cinta yang bernada minor. Terdengar lucu tampaknya. Haha.

Sekarang kamu sudah bersama dia.
Pria yang kau ceritakan di telfon waktu itu bukan?
-saat kita masih bersama-
(dan yang kupikir yang juga disinggung oleh temanmu di dinding akunmu itu)
-saat kita menjelang akhir-
-dan akhirnya kita berakhir-

Selamat menikmati harimu
Yang kukira lebih membahagiakan ketimbang saat kau bersamaku

-keputusan ini membuatku belajar banyak
 membuatku sadar betapa banyak aku menyita waktumu, mengungkung harimu hanya untukku
 dan meminta begitu banyak perhatiamu.
 Hal yang sebenarnya sangat tidak kuinginkan ada dalam hubunganku dengan siapapun, ternyata tanpa  sadar aku melakukannya. Khilaf yang terlalu lama. Terlalu larut.

Jarak.
Salah siapa kita menantang jarak?
Ternyata kita gagal.

Maafkan aku, melewatkan wanita yang seharusnya tidak terlewatkan oleh pria manapun, Diandra.
Pagi ini, aku berniat melupakannya, walau maya, walau hanya bisa menghapus akunnya, yang kuragu aku akan tahan untuk tidak mencuri-curi tetap melihat profilnya, yang pada akhirnya mungkin akan kuikuti kembali dia, aktivitasnya, dan hatinya lewat burung biru kecil itu, berharap ada malaikat yang mengingatkannya akan aku yang belum mati hatinya.
Aku tidak akan menghapusnya dari hatiku, aku hanya ingin menghapus tipis coretannya yang tergurat terlalu kuat di hatiku. Terlalu dalam.
Aku hendak mandi sekarang . Pikiranku tentangnya membawa awan mendung ke atas rumahku, membuat minor kembali bersenandung dalam hatiku(hari yang ke 366). Semoga dinginnya air mampu membekukan cintaku, membekukan ingatanku, meskipun nanti ketika aku selesai mandi hati itu kembali ia hangatkan dan lumer. Betapa aku gila karenanya. Semoga ketika aku buang air nanti, ia ikut terbuang bersama gumpalan coklat cintaku yang kian hari kian membusuk-meracuniku, dalam bau yang selama ini dengannya ia penuhi jiwaku. Bau pengkhianatannya karena aku tahu ia berselingkuh, meskipun aku tahu selingkuhnya beralasan.
Tapi tetap menyakitkan ketika pada akhirnya aku mengetahui 4 bulan terakhir kami adalah keterpaksaan yang ia sandarkan pada waktu.
Mungkin ini yang dulu ia rasa:
Di manakah cinta yang dulu ada?
Apakah kau berubah atau hanya yang kurasa
Haruskah kita terus bertahan
Bersandar pada waktu untuk memutuskan semua
Dan bila ini kan menjadi nyata
Bila memang cinta tak lagi sama
Semua berbeda
Antara kita berdua

Haruskah ini ‘kan menjadi nyata
Bila memang cinta tak lagi sama
Lelah ‘ku mencoba
Haruskah kubertahan
Lelah aku bertahan (lagi)

Tak ingin semua berakhir
Semua yang kita lewati
Akhir yang bahagia
Sudah lupakan saja
Mungkinkah kita akan bertahan?
(Dan Bila – Soulvibe)

Aku punya alasan untuk selingkuh kan, sayang?
(Tamara Geraldine)

Ya, kamu punya...Dira, sayang. Selamat pagi.



Friday 17 August 2012

"Makan pete minumnya air sirih Pedekate sama kamu bikin hati perih."
"Adzan berkumandang, burung-burung berdendang, tapi kamu buat hati aku menggelandang."
"Kamu lebih suka nyolong sendal jepit di mesjid ketimbang nolong separuh hati aku yang kejepit di hatikamu."
"Selamat senja. Kuharap hatimu tak rabun senja, sehingga ia tahu betapa kau kupuja."
"Selamat pagi, semoga kau masih punya hati sehingga kau tahu betapa aku cinta kamu sampai mati."
"Hujan itu turun. Hujan itu membasahi siapa yang ingin pun tak. Cinta itu turun. Cinta itu menghampiri baik yang ingin pun tak." #hujan
"Seperti hujan, begitu aku memujamu. Kutumpahkan segala yang telah kutampung untuk bisa kau nikmati sebagai tanah." #apatisromantis #hujan

Tuhan, Kamu, Tuhan

Mungkin aku salah harus membandingkanmu dengan Tuhan, atau Tuhan denganmu.
Yang aku tahu, aku harus memilih.
Terlalu sulit rasanya jika harus memaksakan ‘kita’ untuk jadi kenyataan.
Meski mungkin bahagia terbayang.
Aku merasa bahwa Tuhanku memperhatikan.
Mengikuti tiap gejolak rasaku padamu,tiap buih harap yang kupercayakan padamu.
Mungkin Tuhanmu juga melakukannya.
Kau rasakankah itu?
Tuhan kita,
menjaga masing-masing kita untuk tak saling mendekat,
untuk tak saling terjalin dalam rasa yang mungkin akan menjadi licin.
Membuat kita terpeleset.
Meninggalkan Dia kemudian.
Pada akhirnya,
kita menarik kembali langkah kita.
Menenggelamkan setiap rasa yang telah bersemayam tentram.
Kita kembali pada Tuhan kita masing-masing, lalu kita menjadi asing.

Sajak Tentang Hujan


Hei, di sini hujan.
Di sanakah?
Aku harap ya.

Di sini aku sangat menikmati hujan.
Ia membawa butiran kedamaian dalam setiap tetesnya.


Tahukah kamu?
Atau, begini saja, 
aku benar-benar ingin memberitahumu bahwa aku benar-benar sangat menghargai hujan
-terlepas dari ia sering membuatku membatalkan janji denganmu-

Aku menghargai setiap tetes hujan yang merelakan dirinya mencium tanah.
Bersetubuh dengan butiran coklat yang tak sepadan dengan jernih dirinya.
Membasahi si tua itu.
Dan membuatnya tetap berguna.


Aku juga menyalutkan keperkasaan rintik hujan yang mampu membuat si kuat batu mengaku kalah.
Si kuat batu pasrah, ia menikmati tiap gesek kikis rintik hujan.
Ia menikmatinya.
Sangat menikmatinya.
Rintik hujan menelusup ke dalam pori-pori abunya, dan ia menikmati cara butir hujan itu terpecah, menelusup, menggelitik.


Aku menghargai koloni butiran hujan yang membasahi jalan kota kita.
Berpadu dengan lampu kendaraan di tengah kemacetan.
Ia satu-satunya alasan yang membuat kemacetan begitu membahagiakan.
Terlebih dengan kamu di sisi.

Dengan tanganmu di genggaman.
Dengan jari-jari kita yang saling terkait.
Dengan hidung kita yang beradu.
Dengan bibir kita yang mengulum satu sama lain.


Koloni butir air itu begitu membuat semuanya indah dengan rasa yang berbeda.
Mereka memiliki cara sendiri untuk mengisi ruh jiwa kita dengan bahagia.


  "Hujan membuat orang tertidur pulas karena derasnya. Aku ingin tertidur pulas, bukan karena hujan, tapi karena kamu. Meski cintamu tak sederas hujan."

     "Kamu itu kaya bajigur yang aku beli barusan. Waktu panas aku diemin. Waktu aku mau minum kamu udah dingin."