Sunday 23 September 2012

Bincang-Bincang dengan Tuhan Soal Kematian

Akhirnya harus kita akui bahwa hanya Tuhanlah Sang Maha. Yang bisa mencabut hidup manusia kapan saja semauNya. Jika Tuhan mengizinkan aku menginterupsi, akan kukatakan begini:

"Tuhan, bisakah Kau ubah wewenangMu yang satu itu? Biarlah kami hidup tanpa mati. Kami terbayang indahnya surga, tapi apa arti bila harus terpisah dari orang-orang yang kami cinta."
-meski mungkin agama bilang "Cintailah Tuhanmu di atas segalanya".

Kematian itu katanya adalah saat untuk bertemu Tuhan. "Tuhan, bisakah Kau janji padaku bahwa kita akan benar-benar bertemu? Tapi ingat Tuhan, aku juga ingin bertemu kembali dengan keluargaku." -meski ada yang bilang setelah mati, mantan manusia tidak akan saling kenal.

"Aku tahu mungkin ini keluhan yang terdengar bodoh. Tapi Tuhan, aku benar-benar tidak tahu apa-apa soal mati, kematian. Inginku tidak ada mati. Kalau kita harus bertemu, kenapa tidak Tuhan turun ke bumi lantas tinggal bersama-sama kami, manusia, di sini. Lalu Tuhan ubah bumi ini menjadi surga. Tuhan kan bisa segalanya ;)"

Tapi aku yakin, apapun alasan Tuhan memanggil kami, pasti Tuhan telah sediakan yang terindah untuk kami. Tuhan, sekarang bantu kami dalam hidup di dunia ini. Agar setiap hal yang kami lakukan baik untuk Tuhan. Sehingga kelak kami layak bertemu Tuhan. :)

Terbayang tentang Mati

Siklus hidup itu sederhana, lahir, menjalani hidup, kemudian mati. Tapi nyatanya kematian tidak pernah sesederhana itu. Baik ia yang menghadapi kematian maupun yang dihadapkan pada situasi ditinggal mati.

Kematian itu kompleks. Menorehkan pedih bagi yang ditinggal, penyesalan yang absolut tidak dapat diperbaiki lagi untuk kemudian kita tunjukkan pada dia yang sudah pergi.

Ditinggal mati itu, nyatanya menutup semua kemungkinan untuk berjumpa kembali. Yang mati itu, pergi jauh sekali, tidak kembali. Wajahnya tidak akan pernah terpantul pada dua bola mata kita lagi. 

Ditinggal mati itu, membuat sebagian orang merasa terpukul karena berpisah dengan belahan hatinya dengan pertengkaran sebelumnya, dengan perselisihan tak penting, yang akhirnya tak punya waktu untuk saling memaafkan.

Kompleksitas ditinggal mati biasanya berkutat pada kusutnya tali-tali penyesalan. Semrawut yang tidak hanya di otak, tapi juga mengikat  ketat hati, hingga sesak. Tak jarang, orang yang tak mampu memaafkan dirinya juga bisa menyusul mati.

Maka dari itu, sebelum ada penyesalan, sebelum tiba waktu yang entah kapan. Damaikanlah hati dan hidupmu dengan setiap orang.

Wednesday 19 September 2012

Menonton Gerimis




Selamat pagi,
Di luar sana masih sepi
Tanah masih meresah basah akibat air mata langit yang tumpah semalam
Ribuan butirnya pecah di oranye genting gubuk kita
Ratusan di antaranya berhasil jatuh di lantai tanah
Akibat lubang pada atap yang kita tak mampu renovasi

Kering daun-daun gugur melemah koyak
Tak lagi melayang-layang seperti siang kemarin
Mereka mati yang kedua kali
Sudah dilepas ranting, disiksa pula oleh rintik

Selamat pagi,
Udara tetap sama seperti pagi-pagi biasanya
Dingin, lembab
Hanya saja lebih romantis akibat rintik gerimis yang masih saja

Hanya saja, 
Romantis itu jika ada kamu
Tapi nyatanya tak
Jangankan kamu, 
Bayanganmu tak kau izinkan tinggal
Kamu pergi dengan pria Rusia itu

Hanya aku yang miris di sini
Menatap gerimis
Bukan aku mengemis,
Tapi memang benar hatiku teriris 

Kopi panas, kopi pahit panas
Dulu aku bahkan tak butuh sebutir gula 
Ketika menyeruputnya dengan wajahmu mengisi penuh bola mataku
Ketika rona wajahmu membahana di hatiku

5 sendok makan sudah gula 
Tak juga kurasa manis
6
7
8
9

Aku tahu
Aku tidak butuh gula
Aku butuh kamu untuk menemaniku menonton gerimis




Saturday 15 September 2012

Selamat pagi yang sudah tak lagi. Selamat siang yang belum terlalu. Kita berada pada tengah hari yang mungkin jengah dengan hari-hari.

Cintamu Membusuk, Senasib dengan Kelaminku

Senja ini, kutulis sepucuk surat untukmu
Kekasihku yang cintanya padaku ku tak yakin tak membusuk
Setelah ribuan hari kita tapaki dengan hati telanjang

Dimana kita dapat merasakan butiran rasa di telapak hati
dan membuat kita harus bebersih ketika hendak masuk rumah
Kadang kita melalui tanah-tanah basah sehabis hujan cinta
Kadang terpeleset karena nafsu yang terlalu licin
Pernah pula kita terperosok dalam kubangan rindu
dan kita malah berkubang asyik di sana

Itu dulu

Ketika menginjak taik kucing tetangga
yang tak suka kita jalan berdua
Bukan masalah buatmu
Tak kau hiraukan hasil panen buah bibir mereka
yang tak pernah tak mencibir

Sekarang

Jangankan taik kucing tetangga
Cipratan air hujan pun enggan kau lalui bersamaku
Entah karena apa

Apa isi otakmu telah sama dengan para tetangga pelempar taik kucing itu?
Yang berpikiran bahwa perawan kebanggaan desa sepertimu
Tak layak jalan denganku
yang bukan hanya tak perjaka
Aku bahkan tak dapat mengingat
gadis desa mana saja yang telah kubuat tak perawan

Akhirnya pujaanku tahu
Akhirnya kamu tahu
Dan kamu menganggap tabu aku
Kamu jijik denganku

Cintamu saat ini
kurasa telah membusuk
Sebusuk kelaminku sekarang
Selamat malam. Selamat bersantai, hai kamu yang hatinya rumbai-rumbai.

Friday 14 September 2012

Otak, Roh, Hati Mendambamu

Selamat pagi mejelang siang. 
Isi otakku masih melayang-layang
entah kemana mencari kamu yang katanya selalu terbayang.
Juga, yang kata rohku masih ia sayang.
Tengkorakku masih kosong tanpa cairan itu.
Aku terjaga, tapi belum jua bisa beranjak dari pembaringan ini. 
Otakku mencarimu. 
Hatiku pun, katanya menunggumu. 
Ia yakin, kamu akan kembali pada suatu sore yang tak tentu.

                                                                                                                  Jatinangor 14 September 2012