"Seperti hujan, begitu aku memujamu. Kutumpahkan segala yang telah kutampung untuk bisa kau nikmati sebagai tanah."
Thursday, 23 August 2012
Tuesday, 21 August 2012
Cintaku Balon Gas
Cintaku padamu itu seperti balon gas
Menyentuh langit tak
Menjejak bumi tak
Aku melayang-layang
di sesuatu
yang orang sebut udara
Ya, mungkin saat ini aku sedang melayang di udara
Tunggu, melayang di udara itu terlalu terdengar mengasyikkan
Sayangnya, aku bukan melayang di udara seperti yang para bocah selalu impikan
Aku melayang-layang di udara seperti arwah yang tidak diterima surga maupun neraka
karena mungkin belum 40 hari
Kamu telah menggantung cintaku lebih dari 40x4 hari
Heliumku sudah hampir habis
Segera gapai taliku
dan ikatkan aku pada tiang hatimu
sebelum aku melayang-layang menuju rendah
hingga akhirnya mencium tanah sebagai balon kempes yang tak pernah dimiliki siapapun
yang tak pernah membuat ceria hari dan hati lelaki manapun
(karena yang aku mau hanya kamu, meski kamu selalu membuatku melayang-layang)
Cilegon 20 Agustus 2012
Kalah Lagi
Mencintaimu tak lebih dari bermain judi
Kukocok kamu sebagai si kalah
Kubagikan tujuh-tujuh pada 3 pemain lainnya
3 wanita lain
Game dimulai dari si menang
Demikian berputar berlawanan jarum jam
Tiba giliranku
Aku tak punya kartu untuk melawan Queen ♥ yang terbaring menghadap langit
Kartu itu keluaran model glamor itu
Kartuku payah
Aku kalah lagi
Cilegon, 20 Agustus 2012
Monday, 20 August 2012
Halo, Tuhan!
Untuk Tuhan,
-yang telah sekian waktu aku abaikan-atau apapun itu 'kata'nya
ketika aku tidak lagi menghadapMu setiap pagi dan malam
ketika lembaran kertas firmanMu tak lagi bergesekan ketika ku mencari halaman surat
ketika aku pergi ke rumahMu tanpa kurasa berkat menggoncang hatiku,
tanpa kurasa keyakinan bertambah pada imanku,
dan tanpa lurusnya hidupku di hadapMu.
Tuhan,
aku rindu padaMu
aku ingat ketika dulu kita pernah begitu dekat
Dimana hari-hari selalu pasti,
pagi-pagi selalu menyegarkan hati,
dan malam-malam tak pernah menjadi kelam.
Bawa aku kembali
Biar aku tersungkur di bawah kaki Bapa Sorgawi,
hingga kelak aku mati nanti,
dalam dekap Rajani aku terbaring.
Cilegon, 20 Agustus 2012
Diharuskan Mencintai Kamu
Karena mencintai Tuhan berarti aku harus mencintai bumi,
mencintai laut,
mencintai hutan,
mencintai pohon,
mencintai air,
mencintai burung,
mencintai udara,
mencintai kamu.
Karena kamu, meluaskan pandanganku seperti laut
menyegarkan pikiranku seperti hutan,
senantiasa menyuplai oksigen untuk alveolusku seperti yang dilakukan pohon,
mengalir di nadiku seperti air,
adalah orang pertama yang selalu berkicau di jendela telpon genggamku setiap pagi,
adalah udara tanpa polusi dalam sirkulasi hatiku.
Karena kamu,
aku percaya bahwa mencintai Tuhan adalah karunia luar biasa
karena aku diharuskan mencintai kamu.
Cilegon, 20 Agustus 2012
Sunday, 19 August 2012
Surat untuk Selimut
Nikmat sekali di bawah sini
Halus kulitnya yang beradu sentuh dengan kulitku
Bersetubuhnya epidermisku dan -nya membuat kesatuan kenikmatan tak terkatakan
Membuat kami harus mengakui satu sama lain bahwa kami sama-sama terbuai dalam setiap gesekan yang terjadi
yang tak jarang membuat berdiri bulu kaki dan bulu lainnya
Di sini tidak dingin, tapi aku ingin selalu bersamamu
Denganmu di atasku membuatku merasa terlindungi
-meski tak ada nyamuk di sini-
Membiarkanmu terbaring pasrah di atasku berarti menenanganku.
Mut, aku punya sesorang seperti kamu
Dia yang di sana,
juga menyelimutiku
Tapi tenang,
kamu tak akan terganti
karena yang dia selimuti bukanlah tubuh lelahku
Melainkan hatiku yang kemarin-kemarin pernah terbelah.
Bumi dengan Satu Tuhan
Tap #TE
Friday, 17 August 2012
Tuhan, Kamu, Tuhan
Yang aku tahu, aku harus memilih.
Aku merasa bahwa Tuhanku memperhatikan.
Mengikuti tiap gejolak rasaku padamu,tiap buih harap yang kupercayakan padamu.
Kau rasakankah itu?
menjaga masing-masing kita untuk tak saling mendekat,
untuk tak saling terjalin dalam rasa yang mungkin akan menjadi licin.
Membuat kita terpeleset.
Meninggalkan Dia kemudian.
kita menarik kembali langkah kita.
Menenggelamkan setiap rasa yang telah bersemayam tentram.
Kita kembali pada Tuhan kita masing-masing, lalu kita menjadi asing.
Sajak Tentang Hujan
Hei, di sini hujan.
Di sanakah?
Aku harap ya.
Di sini aku sangat menikmati hujan.
Ia membawa butiran kedamaian dalam setiap tetesnya.
Tahukah kamu?
Atau, begini saja,
aku benar-benar ingin memberitahumu bahwa aku benar-benar sangat menghargai hujan
-terlepas dari ia sering membuatku membatalkan janji denganmu-
Aku menghargai setiap tetes hujan yang merelakan dirinya mencium tanah.
Bersetubuh dengan butiran coklat yang tak sepadan dengan jernih dirinya.
Membasahi si tua itu.
Dan membuatnya tetap berguna.
Aku juga menyalutkan keperkasaan rintik hujan yang mampu membuat si kuat batu mengaku kalah.
Si kuat batu pasrah, ia menikmati tiap gesek kikis rintik hujan.
Ia menikmatinya.
Sangat menikmatinya.
Rintik hujan menelusup ke dalam pori-pori abunya, dan ia menikmati cara butir hujan itu terpecah, menelusup, menggelitik.
Aku menghargai koloni butiran hujan yang membasahi jalan kota kita.
Berpadu dengan lampu kendaraan di tengah kemacetan.
Ia satu-satunya alasan yang membuat kemacetan begitu membahagiakan.
Terlebih dengan kamu di sisi.
Dengan tanganmu di genggaman.
Dengan jari-jari kita yang saling terkait.
Dengan hidung kita yang beradu.
Dengan bibir kita yang mengulum satu sama lain.
Koloni butir air itu begitu membuat semuanya indah dengan rasa yang berbeda.
Mereka memiliki cara sendiri untuk mengisi ruh jiwa kita dengan bahagia.