Sunday 27 July 2014

Akal Kontur

Di antara dengkur dan pekur
serta igau lantur bapak dan ibuk

Hembus nafas bapak dan ibuk baur
di ruang petak yang memerangkap udara


Reyot dipan bambu menimbulkan decit
yang sama memilukannya
dengan ronta hati ibuk yang terlalu sakit


Tadi sore, dalam perjalanan pulang berjualan
Ibuk bertemu Pak Man, kawan lama bapak
Pak Man, kata ibuk,
memberi segenggam bunga bungur gugur
Seraya berkata
segala harap bapak dan ibuk padaku akan luntur

Akibat aku terjerembap
pada akal yang tak rata kontur



Cilegon, 27 Juli 2014

Sunday 20 July 2014

Angin yang Enggan Lagi Menari

Terlalu sering aku menitipkan cerita
Pada siang hari yang diombang-ambing
angin  yang berjalan gontai

Teruntuk: Hutan Negeriku

Waktu-waktu belakangan
Angin tampak tak selera
menyapu debu-debu pinggir jalan
menyesah daun kering dari ranting
menghempas trembesi yang kian lebar

Kabar beredar,
Angin tengah didera lara
Sebab lebih dari sewindu --mungkin dekade mungkin abad
tak ia dengar kabar baik tentang Ibunda

Api tak henti meneror Ibunya
Sedihnya, ia dituduh bersekongkol
Mematikan Ibunya sendiri

“Aku tak mungkin dan tak ada daya memusnahkan Ibu”, tutur angin
“Bejat-bejat haus minyak itu melempar sulut ketika aku sedang menari-nari”
“Kini, aku enggan lagi menari, sungguh.”

Pantas saja, ceritaku tentang baik negeri tak pernah sampai pada dunia.